Di lokasi
situs purba Wiltshire, Inggris, terdapat sebuah monumen misterius yang
sejak lama menjadi objek perdebatan dan kontroversi. Monumen yang
disebut stonehenge itu terdiri dari batu-batu raksasa yang disusun
dengan rapi. Bagaimana monumen ini dibangun? Oleh siapa? dan untuk apa?
Benarkah monumen ini dibangun oleh kaum raksasa atau alien?
Apa
yang membuat monumen ini begitu membingungkan adalah kenyataan kalau
monumen ini didirikan oleh sebuah kebudayaan yang tidak memiliki
catatan-catatan sejarah. Ini menambah aspek kemisteriusan dari
Stonehenge itu sendiri.Monumen Stonehenge yang memiliki diameter sekitar 90 meter ini terletak di Wiltshire, 13 kilometer dari Salisbury.
Monumen ini adalah salah satu monumen megalitik yang paling ternama di
dunia. Beberapa penulis percaya kalau monumen ini dibangun oleh para alien,
yang lain percaya kalau monumen ini dibangun dengan kekuatan
supranatural. Menurut mereka, mustahil manusia masa lampau dengan
teknologi purbanya mampu membangun monumen yang sedemikian besar dan
rumit.
Benarkah demikian? Bisakah kita menduplikasi pembangunan monumen sejenis ini dengan teknologi seadanya?
Pada
tulisan ini, saya akan menceritakan sejarah singkat Stonehenge dan
teori baru mengenai tujuan pendirian dan cara konstruksinya. Paling
tidak, ada pandangan alternatif selain teori supranatural atau alien.
Sejarah pembuatan Stonehenge
Walaupun
ada beberapa teori yang bervariasi, para arkeolog umumnya sepakat kalau
monumen ini pertama kali didirikan pada tahun 3.500 SM dalam beberapa
fase.
Pada tahun 3.500 SM, masyarakat semi nomadik yang disebut
Windmill Hill people (3.500 - 2.600 SM) yang mendiami wilayah Salisbury
mulai membangun monumen tersebut. Konstruksi awalnya dimulai dengan
membuat 56 lubang yang membentuk formasi lingkaran. Lubang ini kemudian
diberi nama Aubrey Hole karena ditemukan pertama kali oleh John Aubrey.
Lalu, batu pertama yang disebut Heel Stone setinggi 4,9 meter diletakkan
di pintu masuk formasi tersebut.
Beberapa ratus tahun kemudian,
masyarakat Beaker (2.600 - 2.510 SM) membawa 80 blok batu bluestone yang
masing-masing memiliki berat sekitar 4 ton dari sebuah pertambangan di
gunung Prescelly yang jaraknya sekitar 240 mil. 80 blok batu yang
disebut megalith ini kemudian disusun sehingga membentuk dua lingkaran konsentris.Sebagai
informasi, yang disebut bluestone disini tidak merujuk kepada istilah
geologi. Istilah ini digunakan untuk merujuk kepada batu-batuan asing
yang bukan berasal dari lokasi tersebut. Dalam kasus Stonehenge, batuan
bluestone yang digunakan adalah dari jenis Preseli Spotted Dolerite yang lebih keras dari batu granit.
Setelah
penyusunan bluestone, pembangunan bagian luar monumen mulai dikerjakan
oleh Wessex People (2.600 - 2.510 SM). Kali ini, para arsitek tersebut
menggunakan 30 batu raksasa. Batu-batu yang disebut Sarsen
ini memiliki berat masing-masing sekitar 25 ton dengan tinggi sekitar 4
meter dan diperkirakan dibawa dari Marlborough Downs yang jaraknya
sekitar 20 mil dari lokasi.
Pertanyaaannya adalah bagaimana cara
mereka membawa batu sebesar itu dari jarak yang cukup jauh? Lalu, jika
mereka berhasil membawanya, bagaimana cara mereka menegakkan batu
tersebut dan menumpuknya?
Namun sebelum kita masuk ke situ, mari
kita lihat beberapa teori mengenai siapa yang membangunnya dan untuk
tujuan apa monumen ini dibangun.
Teori Merlin
Pada abad ke-12, sejarawan Inggris bernama Geoffrey of Monmouth menulis sebuah buku berjudul "Historia Regum Britanniae"
(Sejarah raja-raja Inggris). Pada buku itu ia menyajikan legenda raja
Arthur yang termashyur dan penjelasan mengenai bagaimana Stonehenge
dibuat pertama kali. Menurut Geoffrey, bluestone yang digunakan untuk
membangun stonehenge sesungguhnya berasal dari Afrika dimana para
raksasa yang hidup pada masa lampau menjaga batu-batuan tersebut karena
kemampuan penyembuhan yang dimilikinya.
Para raksasa tersebut
kemudian membawa batu-batuan itu menuju gunung misterius Killaraus di
Irlandia dimana mereka menyusunnya menjadi lingkaran raksasa. Jadi, disanalah batu-batuan itu berada untuk beberapa lama.
Ketika raja Inggris yang bernama Aurelius Ambrosius
ingin membuat tugu peringatan bagi perajurit-perajuritnya yang gugur,
penyihir Merlin menyarankannya untuk menggunakan batu-batu tersebut.
Usul itu disetujui, lalu Merlin menggunakan kekuatan sihirnya dan
memindahkan batu-batu tersebut serta membawanya ke Salisbury lewat laut.
Teori
ini menggabungkan aspek legenda Inggris dengan kekuatan supranatural
Merlin sang penyihir. Walaupun menarik, namun para peneliti tidak pernah
menganggap serius teori ini.
Kuil bangsa Romawi
Pada tahun 1620, seorang arsitek Inggris eksentrik bernama Inigo Jones
diperintahkan oleh raja Inggris, James I, untuk mendokumentasikan
struktur dan sejarah Stonehenge. Pada tahun 1655, tiga tahun setelah
kematian Jones, menantunya yang bernama John Webb mempublikasikan sebuah buku berjudul "Remarkable Antiquity of Great Britain, Vulgarly called Stone-Heng, Restored". Buku ini disebutnya berasal dari catatan dokumentasi yang diwariskan oleh Inigo Jones.
Dalam
buku itu disebutkan kalau Stonehenge sesungguhnya adalah sebuah kuil
gaya Tuscan yang didirikan oleh bangsa Romawi pada saat penjajahan
mereka di Inggris pada abad ke-1 hingga abad ke-5. Kuil ini disebutnya
untuk menghormati Coelus, salah satu dewa bangsa Romawi.
Namun,
teori ini segera mendapat sanggahan dari banyak penulis lainnya karena
umur monumen yang dipercaya jauh melampaui masa penjajahan Romawi di
Inggris.
Tempat pemujaan kaum Druid
Teori menarik lain datang dari Dr.William Stukley, seorang dokter yang merangkap sebagai peneliti reruntuhan kuno. Dr.Stukley juga merupakan salah satu anggota Freemason Inggris yang ternama. Pada tahun 1740, ia menerbitkan sebuah buku yang berusaha menjelaskan asal-usul Stonehenge.
Menurutnya,
pada tahun 460 SM, Inggris didatangi oleh sejumlah peziarah dari Timur
tengah, kemungkinan bangsa Finisia, yang pernah tinggal di tanah Kanaan
yang ditaklukkan oleh bangsa Israel. Para peziarah inilah yang
mendirikan agama Druid yang kemudian membangun Stonehenge sebagai tempat
pemujaan.
Namun, sekali lagi, teori ini tidak sesuai dengan umur Stonehenge yang dipercaya jauh melampau masa Druid.
Tempat pengamatan objek-objek angkasa
Teori ini dikemukakan oleh Sir John Lockyer. Ia adalah astronom ternama Inggris yang menemukan elemen helium. Pada tahun 1901, ia menulis sebuah paper yang mengasumsikan kalau beberapa bagian dari Stonehenge, yang disebut Heel Stone, pada awalnya sejajar dengan Summer Solstice
(Hari terpanjang dalam satu tahun). Karena itu Lockyer berasumsi kalau
monumen ini mungkin telah digunakan oleh para astronom kuno untuk
mengamati objek angkasa.
Pada tahun 1965, teori ini diperkuat oleh astronom Amerika, Gerald Hawkins, yang dengan menggunakan komputer berhasil menemukan kalau 165 titik pada struktur Stonehenge memiliki
keterkaitan dengan pergerakan matahari dan bulan. Ia mengajukan teori
kalau Stonehenge mungkin adalah komputer masa purba yang digunakan
untuk memprediksi gerhana bulan.
Namun, teori ini juga tidak
akurat karena dengan mengacu pada anggapan Lockyer, Stonehenge
seharusnya dibangun pada tahun 1.800 SM. Ini tidak sesuai dengan umur
Stonehenge yang jauh lebih tua.
Tempat pemujaan masa perunggu
Teori lain dikemukakan oleh Sir John Lubbock, seorang arkeolog Inggris berpengaruh pada abad ke-19. Lubbock adalah arkeolog yang pertama kali menciptakan istilah Paleolithic dan Neolithic. Pada bukunya yang terbit tahun 1865, "Prehistoric Times as Illustrated by the Ancient Remains and Manners and Customs of Modern Savages",
ia menunjukkan adanya kesamaan antara Stonehenge dengan struktur
monolitik lainnya di dunia, terutama yang terdapat pada kuil-kuil di
India.
Mirip dengan teori pemujaan Druid, Lubbock percaya kalau
tempat ini sesungguhnya adalah tempat pemujaan yang didirikan pada masa
perunggu. Ini juga dikonfirmasikan dengan penemuan sejumlah peralatan
yang memang berasal dari masa perunggu di dekat lokasi Stonehenge.
Hebatnya,
Lubbock berhasil menentukan umur Stonehenge secara akurat dan ia juga
dengan tepat memperkirakan kalau monumen itu dibangun pada periode yang
sangat lama.
Tempat penyembuhan
Pada
tahun-tahun belakangan ini, terdapat teori baru mengenai monumen
misterius ini. Ini dikarenakan ditemukannya tengkorak-tengkorak di dekat
situs tersebut. Pada sisa-sisa tengkorak yang ditemukan, terdapat
beberapa tanda seperti tengkorak yang sengaja dibuka. Tanda ini
menunjukkan adanya prosedur operasi pada kepala yang bersangkutan.
Berdasarkan pada penemuan ini, Prof.Timothy Darvill dari Bournemouth University dan Prof. Geofrrey Wainwright,
mengajukan teori kalau monumen ini mungkin telah digunakan sebagai
lokasi penyembuhan bagi orang sakit, sejenis Lourdes masa purba.
Kompleks pemakaman
Masih berdasarkan pada penemuan sejumlah kerangka di Stonehenge, Prof. Mike Parker Pearson mengajukan teori ini. Ia sendiri telah mempelajari monumen ini sejak tahun 1998.
Prof.
Pearson menemukan kalau pada tahun 2600 - 2400 SM terdapat sebuah
pemukiman di dekat Stonehenge. Ia percaya kalau Stonehenge telah
digunakan oleh masyarakat pemukiman tersebut sebagai kuburun massal.
Dalam tulisannya di Washington Post tahun 2007, ia menyebut Monumen ini
sebagai "kompleks pemakaman terbesar pada masa itu".
Pada saat ini, teori tempat pemujaan dan teori pemakaman adalah teori yang paling banyak diterima oleh para peneliti.
Bagaimana mereka membangunnya?
Baiklah, sekarang kita masuk ke misteri utamanya, yaitu bagaimana mereka membangunnya?
Seperti
yang saya katakan, karena karakteristiknya yang misterius, monumen ini
telah menjadi subjek perdebatan panjang mengenai cara pembuatannya.
Berdasarkan pada pengetahuan yang dikenal sekarang, sepertinya tidak
mungkin kalau bangunan ini didirikan oleh manusia pada masa itu karena
tidak adanya teknologi yang dikenal untuk mengangkut atau mendirikan
batu-batu besar tersebut.
Melihat pada kenyataan ini, sebagian penulis percaya kalau bangunan ini didirikan oleh alien. Teori ini pertama kali dipopulerkan oleh Erich Von Daniken, penulis buku "Chariots of the Gods"
yang terbit tahun 1968. Menurutnya, astronot masa lampau (alien) yang
mengunjungi bumi di masa lalu memiliki peran dalam pembangunan berbagai
struktur megalitik di seluruh dunia, termasuk Stonehenge. Argumen
pendukungnya adalah karena bentuk Stonehenge yang melingkar, persis
seperti sebuah pesawat alien.
Tentu
saja tidak ada yang bisa membuktikan teori ini. Lagipula, mungkin saja
pemahaman kita mengenai teknologi masa lampau tidak cukup memadai
sehingga kita "terpaksa" melihat alternatif spiritual atau alien.
Namun, pada tahun-tahun belakangan ini, sesungguhnya ada beberapa teori yang bisa menjelaskan mengenai cara Stonehenge dibangun.
Teori
ini terdiri dari dua bagian. Yang pertama adalah bagaimana menegakkan
dan mengangkat batu-batu besar tersebut. Sedangkan yang kedua adalah
bagaimana mengangkut batu-batu besar tersebut ke lokasi dari sebuah
tempat yang cukup jauh.
Dua teori di bawah ini berurusan dengan cara menegakkan dan mengangkat batu-batu besar:
Wally Wallington dan prinsip daya ungkit
Satu
metode yang cukup menarik adalah metode yang diajukan oleh Wally
Wallington, seorang tukang kayu dari Michigan. Sebagai seorang tukang
kayu yang berpengalaman selama 35 tahun, Wally telah menemukan cara
untuk menggerakkan benda-benda berat dan besar hanya dengan menggunakan
kayu. Rahasianya adalah daya ungkit atau leverage. Untuk menggerakkan
sebuah batu besar, Wally membuat sebuah jalur dari kayu dengan
karakteristik tertentu. Ketika sebuah batu besar ditaruh di atasnya,
batu itu dengan mudah berpindah.Wally
mengatakan kalau metode yang digunakannya mungkin sama dengan metode
yang digunakan oleh Edward Leedskalnin untuk membangun Coral Castle. Bahkan Wally mengklaim, kalau ia memiliki sumber daya dan waktu yang cukup, ia bisa membangun sebuah piramida tanpa menggunakan teknologi canggih.
Untuk
menegakkan sebuah batu besar, Wally hanya menggunakan banyak potongan
kayu yang digunakan sebagai pengganjal di tengahnya. Dengan cara ini,
ia bisa menegakkan sebuah batu besar dalam waktu kurang dari satu hari.
Untuk mengetahui lebih jelasnya, kalian bisa melihat rekaman di bawah ini.
(link youtube)
Kalian juga bisa mengetahui lebih jauh mengenai Wally dengan mengunjungi websitenya theforgottentechnology.com.
Pengangkatan dengan lift roda kayu
Jika
kita terbiasa berpikir dengan teknologi kuno, kita bisa menemukan
banyak cara kreatif untuk membuat monumen seperti Stonehenge. Seorang
insinyur bernama Nick Weegenaar
punya teori bagaimana mengangkat batu besar itu dan menaruhnya di atas
dua batu. Ia mengajukan teori alat pengangkat dengan roda kayu alias
Litho Lift.
Lihat gambar di bawah ini:Dengan
menggerakkan roda raksasa tersebut, maka otomatis batu besar yang
terikat padanya bisa terangkat dan diletakkan di atas dua batu yang
telah berdiri. Saat ini Nick sedang mengerjakan model roda tersebut
untuk membuktikan teorinya. Walaupun belum dipraktekkan, namun beberapa
insinyur yang telah melihat rancangannya percaya kalau mekanisme itu
bisa bekerja dengan baik.
Selain
teori Wally dan Nick yang berurusan dengan menegakkan dan mengangkat
batu-batu raksasa, ini dua teori lainnya mengenai cara mengangkutnya:
Pengangkutan dengan keranjang dahan
Teori yang berhubungan dengan pangangkutan batu ini pertama kali dikemukakan oleh insinyur bernama Garry Lavin.
Menurutnya, para arsitek Stonehenge mungkin telah menggerakkan
batu-batuan tersebut dengan menggunakan keranjang dahan yang digunakan
untuk membungkus batu-batuan besar tersebut. Cara ini telah dipraktekkan
dan bisa dilakukan.Menurut Garry: "Saya
selalu beranggapan kalau membawa batu-batuan besar itu ke lokasi
monumen adalah hal yang mustahil karena gesekan dengan permukaan tanah.
Namun, kenyataannya, teknologi untuk melakukan itu selalu ada di sekitar
mereka."
Keranjang dahan ini ternyata juga bisa mengapung
di atas air. Dengan demikian, para pekerja tersebut dapat membawa
batu-batuan tersebut lewat sungai. Dalam percobaan ini, Garry berhasil
menggerakkan batu seberat satu ton. Ia sedang menyiapkan eksperimen
untuk menggerakkan batu seberat lima ton.
Pengangkutan dengan jalur kayu dan bearing
Baru-baru
ini, para peneliti menemukan banyak batu-batu berbentuk bola kecil di
dekat monumen serupa Stonehenge di Aberdeenshire, Skotlandia. Ukuran
bola-bola ini kira-kira seukuran bola cricket. Pada monumen Skotlandia
itu, sebagian batu yang digunakan bahkan lebih besar dibandingkan
Stonehenge.
Berdasarkan penemuan ini, para peneliti menyimpulkan
kalau batu-batu besar yang ada di monumen itu mungkin telah diangkut
dengan menggunakan bola-bola batu tersebut.
Jadi, tim dari universitas Exeter mulai mengadakan eksperimen.
Dalam
eksperimen itu mereka membangun sebuah jalur kayu yang diatasnya
diletakkan bola-bola batu yang berfungsi sebagai bearing. Ketika batu
raksasa itu ditaruh diatasnya, maka dengan sangat mudah batu itu bisa
berpindah tempat. Bahkan para mahasiswa bisa menggerakkan batu-batu
raksasa itu hanya dengan dorongan sebuah jari tangan.Berdasarkan eksperimen ini Prof. Bruce Bradley,
direktur eksperimen arkeologi dari Universitas Exeter memperkirakan
kalau sebuah batu raksasa bisa bergerak sejauh 10 mil dalam sehari.
Sebuah
cara yang sangat sederhana dan tidak membutuhkan teknologi tinggi.
Banyak yang percaya kalau tim dari universitas Exeter ini telah
berhasil memecahkan misteri pengangkutan batu-batu Stonehenge.
Memang,
saat ini belum ada yang menduplikasi pembuatan Stonehenge secara
lengkap, namun tidak bisa disangkal, dengan metode yang diajukan oleh
para insinyur seperti Wally, Nick, Garry atau Universitas Exeter, kita
memiliki cara pandang baru terhadap teknologi masa purba. Paling tidak,
bukan sesuatu yang mustahil untuk membangun monumen megalitik dengan
peralatan yang hanya tersedia di masa lampau.
Bangsa-bangsa kuno yang hidup ribuan tahun yang lalu ternyata tidak sebodoh yang kita duga.
Tim
dari universitas Exeter berniat mengadakan eksperimen dalam skala penuh
di waktu-waktu mendatang. Dengan demikian, kita bisa berharap satu
persatu misteri Stonehenge akan terpecahkan dengan sempurna.
Kamis, 09 Agustus 2012
Stonehenge - Sejarah dan Bagaimana monumen ini dibangun?
02.22
DIMAS HENDRIK


Komentarnya yang sopan sopan aja ya mas bro mbak bro ^_^