Kamis, 22 November 2012

Kenapa Kita Memikirkan Palestina?

 
Kenapa Kita Memikirkan Palestina?
M. Zein Hassan Lc. Lt. sebagai
pelaku sejarah, menyatakan dalam
bukunya pada hal. 40, menjelaskan
tentang peranserta, opini dan
dukungan nyata Palestina terhadap kemerdekaan Indonesia, di saat
negara-negara lain belum berani
untuk memutuskan sikap. Dukungan Palestina ini diwakili oleh
mufti besar Palestina, Syekh
Muhammad Amin Al-Husaini yang
secara terbuka mengenai
kemerdekaan Indonesia pada 6
September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan ‘ucapan
selamat’ mufti Besar Palestina Amin
Al-Husaini (beliau melarikan diri ke
Jerman pada permulaan perang
dunia ke dua) kepada Alam Islami,
bertepatan ‘pengakuan Jepang’ atas kemerdekaan Indonesia. Berita tersebut disiarkan melalui
radio dua hari berturut-turut,
disebar-luaskan, bahkan harian Al-
Ahram yang terkenal telitinya juga
menyiarkan. Syekh Muhammad Amin
Al-Husaini dalam kapasitasnya sebagai mufti Palestina juga
berkenan menyambut kedatangan
delegasi “Panitia Pusat
Kemerdekaan Indonesia” dan
memberi dukungan penuh. Sayang,
peristiwa bersejarah tersebut tidak banyak diketahui generasi sekarang,
mungkin juga para pejabat di negeri
ini. Bahkan dukungan ini telah dimulai
setahun sebelum Sukarno-Hatta
benar-benar memproklamirkan
kemerdekaan RI. Seorang Palestina yang sangat
bersimpati terhadap perjuangan
Indonesia, Muhammad Ali Taher.
Beliau adalah seorang saudagar
kaya Palestina yang spontan
menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa meminta tanda
bukti dan berkata, “Terimalah semua
kekayaan saya ini untuk
memenangkan perjuangan
Indonesia”. Setelah itu dukungan
mengalir, di jalanan Palestina terjadi gelombang demonstrasi untuk
solidaritas dan dukungan kepada
Indonesia oleh masyarakat Timur
Tengah. Ketika terjadi serangan Inggris atas
Surabaya 10 November 1945 yang
menewaskan ribuan penduduk
Surabaya, demonstrasi anti
Belanda-Inggris merebak di Timur
Tengah, khususnya Mesir. Shalat ghaib dilakukan oleh masyarakat di
lapangan-lapangan dan masjid-
masjid di Timur Tengah untuk para
syuhada yang gugur dalam
pertempuran yang sangat dahsyat
itu. Yang mencolok dari gerakan massa
internasional adalah ketika
momentum Pasca Agresi Militer
Belanda ke-1, 21 juli 1947, pada 9
Agustus. Saat kapal Volendam milik
Belanda pengangkut serdadu dan senjata telah sampai di Port Said.
Ribuan penduduk dan buruh
pelabuhan Mesir berkumpul di
pelabuhan itu. Yang
mencengangkan, mereka
menggunakan puluhan kapal boat dengan bendera merah putih yang
berkeliaran pesisir Port Said guna
mengejar, menghalau dan
melakukan blokade terhadap kapal-
kapal perusahaan asing yang ingin
menyuplai air & makanan untuk kapal Volendam milik Belanda yang
berupaya melewati Terusan Suez,
hingga kembali ke pelabuhan. Bagaimana rasanya saat melihat
bendera kita di kibarkan oleh bangsa
lain dengan kesadaran penuh
menunjukan rasa solidaritasnya?
Bukti cinta mereka pada bangsa
Indonesia. Wartawan Al-Balagh pada 10/8/47 melaporkan, “Kapal-
kapal boat yang dipenuhi warga
Mesir itu mengejar kapal-kapal
besar dan sebagian mereka dapat
naik ke atas deknya. Mereka menyerang kamar stirman,
menarik keluar petugas-petugasnya,
dan membelokkan kapal-kapal besar
itu ke jurusan lain.” Tentu saja, motivasi yang kita
bangun tidak hanya dari aspek
historis, namun ini dapat kita ambil
sebagai sebuah pelajaran untuk
mengingatkan kembali betapa Mesir
dan khususnya Palestina pernah melakukan hal yang sama terhadap
Indonesia. Tidak ada alasan untuk
tidak mendukung kemerdekaan
Palestina sebagai negara yang
merdeka.

Comments
0 Comments
Komentarnya yang sopan sopan aja ya mas bro mbak bro ^_^

0 komentar:

Posting Komentar